GUO9GpGoBSrpBUW9TSG0TUApTA==

Produktif di Tengah Sunyi, Antara Begadang dan Kesehatan Yang Tergerus

Foto : Rahma Aurella

Padang MataJurnalist.com_Tidak sedikit orang merasa diri mereka paling produktif saat dunia sedang tertidur. Malam yang sunyi dan udara yang lebih sejuk sering kali dianggap sebagai waktu paling ideal untuk berkarya atau menyelesaikan tugas. Aktivitas malam ini bahkan telah menjadi semacam gaya hidup baru, terutama di kalangan generasi muda Indonesia.

Namun, di balik layar ponsel yang menyala hingga dini hari, ada ritme hidup yang bergeser, diam-diam menggerus keseimbangan tubuh dan pikiran.

Dalam pengamatan sederhana terhadap sejumlah pelajar dan mahasiswa berusia 16 hingga 23 tahun, ditemukan bahwa mayoritas dari mereka terbiasa tidur melewati tengah malam dan terbangun sebelum fajar. Waktu tidur mereka rata-rata kurang dari enam jam per malam.

Penyebabnya beragam. Mulai dari tekanan tugas sekolah atau kuliah, keinginan memiliki waktu “me time” di malam hari, hingga kebiasaan menatap layar ponsel sebelum tidur. Meski terlihat produktif secara kasat mata, dampak kebiasaan ini nyata terasa mudah lelah, sulit konsentrasi, hingga perubahan suasana hati yang tidak menentu menjadi keluhan umum.

Beberapa dari mereka mencoba memperbaiki pola tidur, seperti dengan menghindari gawai sebelum tidur, mengurangi tidur siang, atau menyelesaikan pekerjaan lebih awal. Namun perubahan ini sering kali tidak berhasil secara konsisten. Tubuh yang sudah terbiasa aktif pada malam hari membutuhkan waktu dan strategi yang tepat untuk kembali ke ritme sirkadian yang sehat.

Padahal, menurut National Institutes of Health (NIH), orang dewasa sebaiknya tidur 7–9 jam per malam, sementara remaja membutuhkan sekitar 8–10 jam. Kurang tidur dalam jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan risiko penyakit seperti hipertensi dan gangguan metabolik, serta memperburuk kondisi kesehatan mental, termasuk stres, kecemasan, hingga depresi.

Dalam kehidupan sehari-hari, dampak ini muncul dalam bentuk kelelahan kronis, sulit fokus, menurunnya performa akademik atau kerja, serta emosi yang lebih mudah tersulut.

Tentu, tidak semua begadang dapat dihindari. Ada profesi yang menuntut bekerja di malam hari, dan ada situasi mendesak yang memaksa seseorang melewati waktu tidur. Namun ketika begadang berubah menjadi kebiasaan jangka panjang, saatnya seseorang mulai menyadari bahwa ini bukan sekadar soal jam tidur, tetapi soal kualitas hidup secara menyeluruh.

Produktivitas sejati lahir dari tubuh dan pikiran yang mendapatkan istirahat yang layak. Salah satu langkah sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan teknik relaksasi seperti metode pernapasan 4-7-8 menarik napas selama 4 detik, menahannya selama 7 detik, lalu menghembuskannya selama 8 detik. Teknik ini membantu tubuh mencapai kondisi rileks yang memudahkan proses tidur.

Selain itu, membentuk rutinitas tidur yang konsisten, menghindari distraksi menjelang tidur, serta menciptakan suasana kamar yang nyaman dan minim cahaya biru dari layar gawai, telah terbukti dapat memperbaiki kualitas istirahat.

Kini, ketika kelelahan menjadi hal yang dianggap wajar dan pagi hari terasa berat, banyak yang lupa bahwa tidur cukup bukan sekadar rutinitas, melainkan fondasi utama bagi kesehatan fisik dan mental. 

Begadang mungkin terasa produktif untuk sesaat, tetapi tanpa istirahat yang cukup, produktivitas itu perlahan berubah menjadi beban yang membungkam potensi (*)

Penulis : Rahma Aurella
Mahasiswa Politeknik Negeri Padang, D4 Bahasa Inggris, Semester IV, Jurusan Komunikasi Bisnis dan Profesional.

Komentar0

Type above and press Enter to search.