Masyarakat Adat Kurai Desak Penyelesaian Sengketa Tanah Konsolidasi di Bukittinggi.
Bukittinggi Matajurnalist.com_ Masyarakat hukum adat Kurai, yang berasal dari Pasukuan Pisang, yang merupakan suku asli Bukittinggi, Sumatera Barat, menuntut penyelesaian segera atas masalah tanah konsolidasi bekas proyek Jalan By Pass Ipuah di Kota Bukittinggi. Sengketa ini telah berlangsung sejak tahun 1992 dan diwakili oleh Parik Paga Nagari Kurai.
Sebagai bentuk protes, Parik Paga mendirikan plang besar di lokasi tersebut dengan tulisan, "Dilarang Memasuki Area Ini, Tanah Ini Milik Kaum Pasukuan Pisang Sabuah Gadang Datuak Rajo Mulia," yang ditandatangani oleh Datuak Rangkayo Basa dan Datuak Mantari Basa, pengurus adat setempat.
Ketua Harian Parik Paga Nagari Kurai, Taufik Datuak Nan Laweh, menjelaskan bahwa sengketa tanah ini sudah berlangsung selama 32 tahun. Ia menegaskan bahwa masyarakat adat Kurai akan terus memperjuangkan hak mereka dan mendesak Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi untuk segera menyelesaikan masalah ini.
“Kami meminta keadilan kepada Pemko Bukittinggi. Konsolidasi terkait tanah ulayat ini belum pernah diselesaikan selama 32 tahun. Sebagian tanah sudah digunakan untuk jalan, namun separuh lainnya masih dibiarkan tanpa penyelesaian,” ujar Taufik.
Menurut Taufik, Pemko Bukittinggi sebelumnya telah membentuk tim pembebasan lahan untuk tanah ulayat tersebut, namun tanah itu sudah disertifikatkan tanpa ada konsolidasi dengan masyarakat adat Pasukuan Pisang. “Kami melihat Pemko menganggap sepele persoalan ini,” kata Taufik.
Mawardi Datuak Rangkayo Basa, Penghulu Suku Pisang, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Pemko Bukittinggi yang dinilai tidak serius menyelesaikan konflik ini. "Kami sudah menyurati Wali Kota dan bertemu dengan pejabat terkait, tapi belum ada hasil. Untuk menghindari konflik lebih lanjut, kami menuntut Pemko segera menyelesaikan sengketa ini dan meminta agar lokasi tersebut disterilkan sementara dari aktivitas pembangunan baru," ujarnya.
Mawardi menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari Proyek Jalan Bukittinggi By Pass pada tahun 1992, ketika terjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Bukittinggi dan pemilik tanah yang terkena proyek tersebut. Walikota Bukittinggi kemudian mengeluarkan Keputusan Nomor 188.45-196-2002 yang menetapkan tanah konsolidasi tersebut dikembalikan ke tanah adat.
Pada tahun 2022, pihak Elida, salah satu yang bersengketa, telah memperoleh Alas Hak yang diakui secara adat oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) Mandiangin Kota Bukittinggi. Namun, proses sertifikasi terkendala oleh adanya bangunan liar di atas tanah tersebut sejak tahun 2009. Situasi ini menjadi akar masalah yang berlarut-larut hingga saat ini.
Masyarakat adat Kurai berharap dengan adanya pemasangan plang tersebut, Pemko Bukittinggi segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga dekade ini. Mereka juga mengancam akan memboikot jalan bypass yang berada di atas tanah sengketa jika tuntutan mereka diabaikan. ***
Pewarta : sutan mudo
Posting Komentar