Penjarahan dalam kondisi bencana tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Dalih kebutuhan mendesak sering kali digunakan untuk menormalisasi tindakan mengambil barang yang bukan haknya. Padahal, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melukai rasa keadilan korban lain yang sama-sama berada dalam kondisi sulit.
Saat satu pihak mengambil keuntungan dari kekacauan, pihak lain justru semakin terpuruk karena kehilangan sisa harta atau sumber penghidupan mereka.
Fenomena ini menunjukkan rapuhnya nilai-nilai sosial ketika kontrol eksternal melemah. Ketika relawan kewalahan dan sistem pengawasan terganggu, sebagian orang memilih mengikuti nafsu sesaat daripada suara nuraninya. Ini menjadi bukti bahwa bencana alam bukan hanya menguji kesiap siagaan negara, tetapi juga menguji karakter masyarakatnya.
Apakah kita masih mampu menjaga nilai kejujuran, empati, dan tanggung jawab sosial di saat paling genting?
Lebih jauh, penjarahan juga berpotensi menghambat proses pemulihan pascabencana. Distribusi bantuan menjadi kacau, rasa saling curiga meningkat, dan konflik baru bisa bisa bermuncul. Alih-alih bersatu untuk bangkit, masyarakat justru terpecah oleh tindakan segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak kepercayaan sosial yang menjadi fondasi penting dalam kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu, penanganan penjarahan saat bencana harus dilakukan secara tegas namun tetap humanis. Penegakan hukum penting untuk memberikan efek jera, tetapi pendidikan nilai kemanusiaan jauh lebih penting sebagai solusi jangka panjang.
Penanaman nilai empati, solidaritas, dan kesadaran diri harus terus diperkuat, baik melalui pendidikan formal, dakwah, maupun peran tokoh adat dan agama. Pada akhirnya, bencana alam adalah ujian bagi kemanusiaan kita.
Penjarahan bukanlah sekadar pelanggaran hukum, melainkan cermin kegagalan moral dalam memahami penderitaan sesama. Jika di tengah
bencana kita masih tega mengambil hak orang lain, maka yang runtuh bukan hanya bangunan dan infrastruktur, tetapi juga nilai kemanusiaan itu sendiri.
Artikel : Kuntum Khaira Ummah
Jurusan: Komunikasi Penyiaran Islam
UIN Bukittinggi


Komentar0