GUO9GpGoBSrpBUW9TSG0TUApTA==

Kayu-Kayu Pascabencana, Pesan Alam yang Terabaikan

 


Sumbar MataJurnalist.com_Bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi belakangan ini di sejumlah daerah di Sumatra kembali meninggalkan luka mendalam. Rumah warga rusak, aktivitas lumpuh, dan banyak masyarakat terpaksa mengungsi. Namun, ada satu pemandangan yang kerap muncul setelah bencana, diantaranya tumpukan kayu-kayu besar yang hanyut dan menumpuk di sungai, jembatan, hingga permukiman warga.

Kayu-kayu tersebut jelas tidak muncul begitu saja. Ia datang dari hulu, dari kawasan yang seharusnya menjadi penyangga alam. Banyak di antaranya berbentuk gelondongan besar, rapi, dan tampak seperti telah dipotong sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: dari mana asal kayu sebanyak itu, dan mengapa bisa ikut hanyut saat banjir?

Keberadaan kayu-kayu tersebut bukan hanya memperparah kondisi pascabencana, tetapi juga menambah penderitaan warga. Sungai yang tersumbat kayu membuat air meluap lebih tinggi. Jembatan rusak, akses terputus, dan proses evakuasi menjadi semakin sulit.

Warga yang seharusnya mulai bangkit justru kembali menghadapi risiko baru. Jika dilihat lebih dalam, penumpukan kayu pascabencana seolah menjadi pesan dari alam. Ini bukan semata-mata soal hujan deras atau cuaca ekstrem, tetapi juga tentang bagaimana alam telah diperlakukan selama ini.

Hutan yang gundul, pembukaan lahan yang tidak terkendali, serta lemahnya pengawasan membuat tanah kehilangan daya tahannya. Sayangnya, setiap kali bencana berlalu, perhatian sering kali hanya berhenti pada pembersihan dan perbaikan sementara.

Kayu-kayu diangkut, sungai dibersihkan, lalu semuanya kembali seperti biasa. Tidak banyak evaluasi serius mengenai penyebab utama mengapa peristiwa serupa terus berulang dari tahun ke tahun.

Bencana alam memang tidak bisa dihindari sepenuhnya. Namun, dampaknya dapat ditekan jika alam dijaga dan dikelola dengan baik. Penumpukan kayu pascabencana seharusnya menjadi peringatan keras bagi semua pihak pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat bahwa ada yang keliru dalam pengelolaan lingkungan kita.

Jika hutan terus rusak dan pengawasan tetap longgar, maka kayu-kayu itu akan terus hanyut setiap kali hujan besar datang. Dan yang selalu menjadi korban adalah masyarakat kecil yang tinggal di wilayah hilir. Sudah saatnya kita berhenti menganggap kayu pascabencana sekadar sampah, dan mulai melihatnya sebagai tanda bahwa alam sedang meminta kita untuk berubah.


Artikel : Latifa Muntaza

Jurusan: Komunikasi Penyiaran Islam

Komentar0

Type above and press Enter to search.